KOTABIMA,TIMUR- Disebut-sebut sebagai orang yang paling bertanggungjawab oleh anggota dewan berkaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Alat kesehatan Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima 2008, mantan Sekretaris daerah (Sekda) Kota Bima, Drs H Maryono Nasiman, MM, mengaku tidak tahu menahu kemana arah aliran dana sebesar Rp1,7 miliar yang masih bermasalah tersebut. Tudingan Dewan tentang keterlibatan dirinya sebagai saksi hidup dan saksi sejarah, terkait aliran dana Alkes senilai Rp 1,7 Miliyar, Maryono Nasiman, secara tegas menampiknya.
Ditemui Wartawan Rabu (21/04) di kediamanya, Mantan Sekda Kota Bima, mengaku tidak tahu menahu kemana sesungguhnya aliran dana tersebut. “Tanyakan pada SKPD terkait, Bagian Keuangan,” tampiknya.
Dikatakannya, Sekda sifatnya mengoordinasi saja, kaitan bagaimana alur dan mekanisme penggunaanya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab SKPD (Dikes) yang bersangkutan. Sesuai dengan amanat Peratruran Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2009 bahwa Sekda bisa mendelegasikan sebagaian kewengan, termasuk tanggungjawab keuangan kepada unit kerja yang berada dibawahnya. “Kewenangan pengaturan keuangan dan lain sebagainya, menjadi tanggung jawab SKPD, Sekda hanya bertanggung jawab pada Bagian yang ada di sekretariatan,” jelasnya.
Menurutnya, realisasi dan penggunaan anggaran Alkes tidak pernah dilaporkan padanya. Keterkaitannya sebagai Sekda dan saksi hidup, hanya bersifat koordinasi. Sedangkan fakta yang terjadi di lapangan berkaitan dengan aliran dana, sudah digunakan atau masih ada di rekening Pemkot-sama sekali bukan kewenangannya. Meskipun amanat undang-undang Sekda berwenang mengkoordinasikan pengelolaan keuangan daerah.
Diceritakannya, pada saat penyusunan RAPBD Tahun 2008 antara Kadis Kesehatan saat itu Drs Sarjan dengan Kabag Keuangan H Umar, AR, SH, terjadi perdebatan kaitan dengan dana Alkes Rp1,7 Miliyard. Kadikes bersih kukuh dana itu belum dipergunakan dan meminta untuk dianggarkan pada RKA Dinasnya, sementara Kabag Keuangan justeru mengaku bahwa anggaran itu sudah terealisasi.
“Antara Kepala Dinas Kesehatan dan Kabag Keuangan sempat bersih tegang dan sangat emosional, mendebatkan anggaran Alkes itu,” cerita Maryono.
Disarankannya, agar semua pihak tidak mereka-reka data dan informasi serta tidak saling melempar tanggung jawab yang justeru akan memperkeruh keadaan. Ia meminta semua menunggu penyerahan resume hasil audit BPK. “Apakah dana Alkes raib dan tidak bisa dipertanggung jawabkan atau tidak,”
Jika hasil audit BPK terindikasi terjadi penyimpangan, kata dia, konsekuensi hukumnya harus ditegakkan, “Siapapun oknum yang menyalahgunakan anggaran Negara, harus bertanggung jawab secara hukum,” tegasnya.
Kata dia, secara fisik, uang tidak boleh hilang begitu saja tanpa ada realisasi program. Kalaupun sudah dikerjakan, harus ada pertanggungjawabannya. Karena sifatnya program itu sangat mustahil hilang, jika memang pengerjaanya diberikan ke pihak ketiga pasti tertera jelas siapa rekanannya. “Untuk mengetahui kemana aliran dana tersebut, perlu dilakukan pengusutan dan penyidikan,” ujarnya. (Tim.05)
Ditemui Wartawan Rabu (21/04) di kediamanya, Mantan Sekda Kota Bima, mengaku tidak tahu menahu kemana sesungguhnya aliran dana tersebut. “Tanyakan pada SKPD terkait, Bagian Keuangan,” tampiknya.
Dikatakannya, Sekda sifatnya mengoordinasi saja, kaitan bagaimana alur dan mekanisme penggunaanya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab SKPD (Dikes) yang bersangkutan. Sesuai dengan amanat Peratruran Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2009 bahwa Sekda bisa mendelegasikan sebagaian kewengan, termasuk tanggungjawab keuangan kepada unit kerja yang berada dibawahnya. “Kewenangan pengaturan keuangan dan lain sebagainya, menjadi tanggung jawab SKPD, Sekda hanya bertanggung jawab pada Bagian yang ada di sekretariatan,” jelasnya.
Menurutnya, realisasi dan penggunaan anggaran Alkes tidak pernah dilaporkan padanya. Keterkaitannya sebagai Sekda dan saksi hidup, hanya bersifat koordinasi. Sedangkan fakta yang terjadi di lapangan berkaitan dengan aliran dana, sudah digunakan atau masih ada di rekening Pemkot-sama sekali bukan kewenangannya. Meskipun amanat undang-undang Sekda berwenang mengkoordinasikan pengelolaan keuangan daerah.
Diceritakannya, pada saat penyusunan RAPBD Tahun 2008 antara Kadis Kesehatan saat itu Drs Sarjan dengan Kabag Keuangan H Umar, AR, SH, terjadi perdebatan kaitan dengan dana Alkes Rp1,7 Miliyard. Kadikes bersih kukuh dana itu belum dipergunakan dan meminta untuk dianggarkan pada RKA Dinasnya, sementara Kabag Keuangan justeru mengaku bahwa anggaran itu sudah terealisasi.
“Antara Kepala Dinas Kesehatan dan Kabag Keuangan sempat bersih tegang dan sangat emosional, mendebatkan anggaran Alkes itu,” cerita Maryono.
Disarankannya, agar semua pihak tidak mereka-reka data dan informasi serta tidak saling melempar tanggung jawab yang justeru akan memperkeruh keadaan. Ia meminta semua menunggu penyerahan resume hasil audit BPK. “Apakah dana Alkes raib dan tidak bisa dipertanggung jawabkan atau tidak,”
Jika hasil audit BPK terindikasi terjadi penyimpangan, kata dia, konsekuensi hukumnya harus ditegakkan, “Siapapun oknum yang menyalahgunakan anggaran Negara, harus bertanggung jawab secara hukum,” tegasnya.
Kata dia, secara fisik, uang tidak boleh hilang begitu saja tanpa ada realisasi program. Kalaupun sudah dikerjakan, harus ada pertanggungjawabannya. Karena sifatnya program itu sangat mustahil hilang, jika memang pengerjaanya diberikan ke pihak ketiga pasti tertera jelas siapa rekanannya. “Untuk mengetahui kemana aliran dana tersebut, perlu dilakukan pengusutan dan penyidikan,” ujarnya. (Tim.05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar