Aliran Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima untuk pengadaan alat kesehatan (Alkes) Rp1,7 Miliyar yang bermasalah kini mulai diperdebatkan. Simpang siur tentang DAK tahun 2008 itu mengundang pertanyaan sejumlah anggota DPRD Kota Bima. Pihak Dewan sejak dua tahun belakangan (2008-2010) selalu memertanyakan dan meminta penjelasan eksekutif tentang aliran dana itu. Kini anggota dewan menuding empat elemen di eksekutif, Bappeda, Bagian Keuangan Dikes dan Sekda yang paling bertanggungjawab soal fisik dana tersebut.
Kota Bima, TIMUR- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sengaja diundang Pemkot Bima untuk mengaudit dan menelusuri aliran dana itu telah menyelesaikan tugasnya, namun resume hasil pemeriksaan belum diserahkan oleh BPK.
Menyoal simpang siurnya DAK Dikes Rp1,7 miliar, Ketua komisi C DPRD Kota Bima H A Rahman H Abidin,SE menegaskan, seharusnya pertanyan tentang keberadaan dana itu diarahkan ke pihak eksekutif, dalam hal ini ujar dia, empat elemen harus bertanggungjawab yakni Bappeda, Bagian Keuangan, Dikes dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda). “Persolan itu seharusnya ditanyakan saksi hidup yang lebih memahami aliran dana tersebut,” ujarnya di sekretariat DPRD Kota Bima Selasa (20/4).
Pihak yang disebutkannya itu menurut A Rahman, sangat tahu dan harus bertanggungjawab kemana aliran DAK yang bermasalah tersebut, soal masih ada atau sengaja diraibkan, ujar dia yang mengetahui persis adalah Sekda, jika memang disilvakan pada rekening, pada rekening siapa, yang jelas mestinya bukan rekening pribadi. “Tanyakan pada mantan Sekda, pasti tahu,” ungkapnya kepada wartawan.
Rahman juga heran, karena anggaran dari dana DAK tahun 2008 itu belum juga direalisasikan sesuai dengan alokasinya meski sudah masu tahun ke tiga, mestinya kata dia, anggaran tersebut sudah direalisasikan pada tahun itu juga. Bukan malah tertunda bertahun-tahun, karena dalam aturannya dana tersebut harus dikerjakan pada tahun keluarnya anggaran.
“Tidak bisa ditunda apalagi disilvakan, Dewan pada setiap rapat banggar dengan eksekutif selalu memertanyakan item dana tersebut. Kapan direalisasikan, justeru faktanya pihak banggar eksekutif tidak tahu,” katanya heran.
Penegasan yang sama juga dilontarkan Anggota Dewan yang juga Ketua DPC PDIP, Jaidin M Sidik. Dana jaminan di BRI Cabang Bima, sesungguhnya hanya berkisar Rp10 Miliyar, jika benar disilfakan dengan dana Alkes Rp 1,7 Miliyar, tentu jumlahnya bertambah.
Jaidin mengaku sepengetahuan dirinya, dana itu tidak bertambah atau stagnan pada posisi awal sesuai alokasi DAK untuk tahun ini. “Ini semakin mengindikasikan bahwa dana Alkes tersebut memang ada masalah. Sudah menjadi kebiasaan eksekutif kalau terjadi masalah, pihak Dewan dijadikan tukang cuci baju mereka,” kesalnya.
Ditanya siapa yang paling bertanggungjawab terhadap aliran dana Alkes tersebut, Jaidin mengatakan harus menunggu hasil audit BPK terlebih dahulu, jika resume BPK menyimpulkan telah terjadi pelanggaran dan penyalangunaan anggaran yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, keduanya menyerahkan sepenuhnya pada hasil audit. “Tunggu saja resume BPK. Mereka yang berkompoten dan berwenang serta memahami sistematika audit. Kita apresiasi kerja mereka,” ujarnya.
Terkait konsekuensi hukum terhadap hasil temuan BPK, menurut baik Rahman mapun Jaidin sepakat jika memang masalah itu mengarah pada tindak pidana penyalahgunaan anggaran, maka harus ditindaklanjuti ke persoalan hokum.
“Kalau terbukti ada tindak pidananya wajib hukumnya didorong dan dimintai pertanggung jawaban, bagi siapapun yang menyalahi aturan,” tegasnya. (Tim.05)
Kota Bima, TIMUR- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sengaja diundang Pemkot Bima untuk mengaudit dan menelusuri aliran dana itu telah menyelesaikan tugasnya, namun resume hasil pemeriksaan belum diserahkan oleh BPK.
Menyoal simpang siurnya DAK Dikes Rp1,7 miliar, Ketua komisi C DPRD Kota Bima H A Rahman H Abidin,SE menegaskan, seharusnya pertanyan tentang keberadaan dana itu diarahkan ke pihak eksekutif, dalam hal ini ujar dia, empat elemen harus bertanggungjawab yakni Bappeda, Bagian Keuangan, Dikes dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda). “Persolan itu seharusnya ditanyakan saksi hidup yang lebih memahami aliran dana tersebut,” ujarnya di sekretariat DPRD Kota Bima Selasa (20/4).
Pihak yang disebutkannya itu menurut A Rahman, sangat tahu dan harus bertanggungjawab kemana aliran DAK yang bermasalah tersebut, soal masih ada atau sengaja diraibkan, ujar dia yang mengetahui persis adalah Sekda, jika memang disilvakan pada rekening, pada rekening siapa, yang jelas mestinya bukan rekening pribadi. “Tanyakan pada mantan Sekda, pasti tahu,” ungkapnya kepada wartawan.
Rahman juga heran, karena anggaran dari dana DAK tahun 2008 itu belum juga direalisasikan sesuai dengan alokasinya meski sudah masu tahun ke tiga, mestinya kata dia, anggaran tersebut sudah direalisasikan pada tahun itu juga. Bukan malah tertunda bertahun-tahun, karena dalam aturannya dana tersebut harus dikerjakan pada tahun keluarnya anggaran.
“Tidak bisa ditunda apalagi disilvakan, Dewan pada setiap rapat banggar dengan eksekutif selalu memertanyakan item dana tersebut. Kapan direalisasikan, justeru faktanya pihak banggar eksekutif tidak tahu,” katanya heran.
Penegasan yang sama juga dilontarkan Anggota Dewan yang juga Ketua DPC PDIP, Jaidin M Sidik. Dana jaminan di BRI Cabang Bima, sesungguhnya hanya berkisar Rp10 Miliyar, jika benar disilfakan dengan dana Alkes Rp 1,7 Miliyar, tentu jumlahnya bertambah.
Jaidin mengaku sepengetahuan dirinya, dana itu tidak bertambah atau stagnan pada posisi awal sesuai alokasi DAK untuk tahun ini. “Ini semakin mengindikasikan bahwa dana Alkes tersebut memang ada masalah. Sudah menjadi kebiasaan eksekutif kalau terjadi masalah, pihak Dewan dijadikan tukang cuci baju mereka,” kesalnya.
Ditanya siapa yang paling bertanggungjawab terhadap aliran dana Alkes tersebut, Jaidin mengatakan harus menunggu hasil audit BPK terlebih dahulu, jika resume BPK menyimpulkan telah terjadi pelanggaran dan penyalangunaan anggaran yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, keduanya menyerahkan sepenuhnya pada hasil audit. “Tunggu saja resume BPK. Mereka yang berkompoten dan berwenang serta memahami sistematika audit. Kita apresiasi kerja mereka,” ujarnya.
Terkait konsekuensi hukum terhadap hasil temuan BPK, menurut baik Rahman mapun Jaidin sepakat jika memang masalah itu mengarah pada tindak pidana penyalahgunaan anggaran, maka harus ditindaklanjuti ke persoalan hokum.
“Kalau terbukti ada tindak pidananya wajib hukumnya didorong dan dimintai pertanggung jawaban, bagi siapapun yang menyalahi aturan,” tegasnya. (Tim.05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar