Bima Timur - Sejumlah anggota komisi I DPRD Provinsi mempertanyakan sikap pemerintah Kabupaten Bima yang dianggap tidak merespon keinginan masyarakat berkaitan sejumlah masalah yang diarahkan ke Pemerintah saat ini, termasuk di antaranya pemindahan segera Ibukota Kabupaten Bima dan berbagai konflik yang terjadi.
Salah satu anggota komisi I DPRD Kabupaten Bima Drs H Sulaiman Hamzah mengatakan meski sudah masuk tahun ke delapan sejak dilakukannya pemekaran wilayah belum ada tanda-tanda jika ibukota Kabupaten Bima akan dibangun segera di wilayahnya sendiri.
Mestinya ujar dia Pemkab Bima sudah seharusnya memikirkan segera pemindahan ibukota, karena hal itu juga sesuai dengan prinsip hakiki maksud adanya pemekaran wilayah, yakni mendekatkan pelayaan kepada masyarakat, karena bagaimanapun juga sudah merupakan kewajiban pemerintah Kabupaten untuk segera hengkang dari wilayah dan membangun kantor di wilayahnya sendiri.
Selain masalah pemindahan ibukota, menurut Sulaiman, yang penting juga adalah masalah penyerahan asset yang seharusnya sudah menjadi tanggungjawab pemerintah Kota Bima, masih bnanyak asset yang belum jelas pengaturannya dikarenakan pemerintah Kabupaten Bima masih bercokol dio wilayah Kota Bima, sehingga berimbas pada terhambatnya pelayanan kepada masyarakat, selain itu pemerintah Kota yang memiliki wilayahpun dilematis jika ingin segera mengembangkan sayap pembangunannya karena masih terhimpit pada soal status kepemilikan asset tersebut.
Masalah lain yang masih menjadi perhatian saat ini adalah munculnya berbagai aksi demo yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun elemen masyarakat yang mewarnai perjalanan pemerintah Kabupaten Bima, jelaslah menurut mantan pejabat Kota Bima ini, aksi demo yang diarahkan pada Pemkab Bima itu karena ketidakmampuan pemerintah mengelola berbagai persoalan di masyarakat. “Ini harus dipahami, karena pendemo juga masyarakat yang memiliki hak, munculnya demo mungkin pemerintah dianggap tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi, dan ini harus kita pikirkan bersama dan menyelesaikannya dengan beresama pula,”saranya.
Termasuk ujar Sulaiman, masalah konflik Renda Ngali yang sehari-hari menjadi perhatian nasional dan menjadi beban berat bagi masyarakat Kabupaten Bima secara umum, pasalnya daerah dianggap tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut dengan sebaik-baiknya, belum lagi masalah warga yang hingga saat ini masih ditahan yang berimbas pada keresahan yang berkepanjangan akibat pertikaian itu.
Sementara itu anggota komisi I lainnya, Drs H Nurdin menyorot terjadinya perang dingin antara Bupati Bima H Ferry Zulkarnain, ST dan Wakil Bupati Drs H Usman AK, karena masalah perbedaan politik hingga mengorbankan pelayanan yang seharusnya diberikan ke masyarakat, pihaknya menyesalkan adanya konflik yang dicontohkan antara kedua pemimpin itu hingga berpengaruh pada pengotak-kotakan pegawai di lingkup Pemkab Bima. Mestinya kata dia, tidak ada masalah dengan perbedaan politik, siapaun boleh menjadi calon Bupati, akan tetapi utamanya pemerintahan harus tetap jalan demikian juga pelayanan. “Kita dengan kabar jika Wakil Bupati saat ini tidak memiliki kantor yang jelas, kita cari kantornya sampai saat ini tidak ketemu,” sindirnya.
Pertemuan yang berlangsung singkat itu hanya mendengarkan saja kritikan dari anggota komisi, mereka direrima oleh Sekda dan jajarannya di ruangan pertemuan Bupati. Meski terlihat santai, kecamatan atas sikap Pemkab Bima terhjadap berbagai persoalan yang muncul terus menjadi pembicaraan saat pertemuan tersebut. (TIM.01)
Salah satu anggota komisi I DPRD Kabupaten Bima Drs H Sulaiman Hamzah mengatakan meski sudah masuk tahun ke delapan sejak dilakukannya pemekaran wilayah belum ada tanda-tanda jika ibukota Kabupaten Bima akan dibangun segera di wilayahnya sendiri.
Mestinya ujar dia Pemkab Bima sudah seharusnya memikirkan segera pemindahan ibukota, karena hal itu juga sesuai dengan prinsip hakiki maksud adanya pemekaran wilayah, yakni mendekatkan pelayaan kepada masyarakat, karena bagaimanapun juga sudah merupakan kewajiban pemerintah Kabupaten untuk segera hengkang dari wilayah dan membangun kantor di wilayahnya sendiri.
Selain masalah pemindahan ibukota, menurut Sulaiman, yang penting juga adalah masalah penyerahan asset yang seharusnya sudah menjadi tanggungjawab pemerintah Kota Bima, masih bnanyak asset yang belum jelas pengaturannya dikarenakan pemerintah Kabupaten Bima masih bercokol dio wilayah Kota Bima, sehingga berimbas pada terhambatnya pelayanan kepada masyarakat, selain itu pemerintah Kota yang memiliki wilayahpun dilematis jika ingin segera mengembangkan sayap pembangunannya karena masih terhimpit pada soal status kepemilikan asset tersebut.
Masalah lain yang masih menjadi perhatian saat ini adalah munculnya berbagai aksi demo yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun elemen masyarakat yang mewarnai perjalanan pemerintah Kabupaten Bima, jelaslah menurut mantan pejabat Kota Bima ini, aksi demo yang diarahkan pada Pemkab Bima itu karena ketidakmampuan pemerintah mengelola berbagai persoalan di masyarakat. “Ini harus dipahami, karena pendemo juga masyarakat yang memiliki hak, munculnya demo mungkin pemerintah dianggap tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi, dan ini harus kita pikirkan bersama dan menyelesaikannya dengan beresama pula,”saranya.
Termasuk ujar Sulaiman, masalah konflik Renda Ngali yang sehari-hari menjadi perhatian nasional dan menjadi beban berat bagi masyarakat Kabupaten Bima secara umum, pasalnya daerah dianggap tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut dengan sebaik-baiknya, belum lagi masalah warga yang hingga saat ini masih ditahan yang berimbas pada keresahan yang berkepanjangan akibat pertikaian itu.
Sementara itu anggota komisi I lainnya, Drs H Nurdin menyorot terjadinya perang dingin antara Bupati Bima H Ferry Zulkarnain, ST dan Wakil Bupati Drs H Usman AK, karena masalah perbedaan politik hingga mengorbankan pelayanan yang seharusnya diberikan ke masyarakat, pihaknya menyesalkan adanya konflik yang dicontohkan antara kedua pemimpin itu hingga berpengaruh pada pengotak-kotakan pegawai di lingkup Pemkab Bima. Mestinya kata dia, tidak ada masalah dengan perbedaan politik, siapaun boleh menjadi calon Bupati, akan tetapi utamanya pemerintahan harus tetap jalan demikian juga pelayanan. “Kita dengan kabar jika Wakil Bupati saat ini tidak memiliki kantor yang jelas, kita cari kantornya sampai saat ini tidak ketemu,” sindirnya.
Pertemuan yang berlangsung singkat itu hanya mendengarkan saja kritikan dari anggota komisi, mereka direrima oleh Sekda dan jajarannya di ruangan pertemuan Bupati. Meski terlihat santai, kecamatan atas sikap Pemkab Bima terhjadap berbagai persoalan yang muncul terus menjadi pembicaraan saat pertemuan tersebut. (TIM.01)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar